Menguak misteri nusantara

Segala Puji hanya milik Tuhan Yang Maha Esa, Penguasa alam semesta, Raja langit dan bumi, yang telah menunjuki jalan kebenaran dan menguatkan kita dalam menapaki jalan kemuliaan, jalan perubahan menuju kemerdekaan dan kedamaian sejati. Sebuah jalan yang dirindukan oleh setiap diri di muka bumi. Jalan kebenaran yang tidak dapat dipungkiri oleh mahluk apapun di muka bumi. Hanya dengan berjalan pada jalan kebenaran, maka setiap makhluk dapat hidup secara seimbang, teratur, dan saling melayani. Demikian pula dapat menjadi pintu bagi untaian keharmonisan hidup bagi setiap insan di alam raya, termasuk kita yang berdiam di bangsa Nusantara ini. Untaian keharmonisan ini menjadi cita-cita ideal pada setiap era peradaban. Walau terbangun atas beragam suku, bahasa, adat istiadat, dan keyakinan, namun keberagaman itu diharapkan akan memperkaya aset bangsa untuk menjadi kekuatan integral bagi Ibu Pertiwi. Setiap diri mendambakan untuk hidup dalam tatanan masyarakat heterogen yang rukun, saling menghormati, teposeliro, adil, sejahtera, arif dan bijaksana.

Bumi yang kita pijak adalah karunia yang luar biasa dari Yang Maha Agung. Tanah Air Nusantara adalah rumah di mana kita dilahirkan, dibesarkan, dan berkarya sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, Sang Pencipta, Pengatur dan Pendidik alam semesta termasuk bumi tempat putra putri Nusantara berkarya. Adalah ironi jika kita tidak mencintai rumah tinggal kita sendiri, membiarkannya tak terurus, atau menyia-nyiakan karunia kekayaan duniawi ini sebagai amanah dari Dia Yang Maha Kaya. Lebih dari itu, putra-putri dan anggota keluarga yang berada dan hidup dalam tatanan cinta dan kasih sayang alam Nusantara adalah bagian dari karunia itu sendiri

Senin, 02 Januari 2012

Bawang Merah Bawang Putih, Bukan Sekadar Dongeng

Jakarta - Cerita rakyat tidak hanya memberi pesan moral, namun ada simbol-simbol tersembunyi di baliknya. Misalnya saja dongeng 'Bawang Merah Bawang Putih', yang ternyata membawa simbol kebudayaan di Indonesia sejak ribuan tahun silam. 

Hal ini diungkapkan pakar genetika dan folklore dari Universitas Oxford, Inggris, Profesor Stephen Oppenheimer. Dalam buku Eden in The East: Benua yang Tenggelam di Asia Tenggara, Oppenheimer berteori bahwa cerita rakyat mampu melestarikan bentuk kebudayaan selama ribuan tahun. 

Kisah ini sering kita dengar semasa kecil. Bahkan kisah versi modernnya dibuat dalam bentuk sinetron televisi. Bawang Merah yang merupakan saudara tiri, kerap berbuat jahat kepada Bawang Putih. Bawang Merah pada akhirnya terkena akibat dari perbuatannya dan Bawang Putih hidup berbahagia. 

Nah, tema dua saudara yang bersaing menurut Oppenheimer, memiliki akar yang panjang ribuan tahun silam. Jauh mundur melampaui dongeng Eropa semacam Cinderella dan saudara tirinya, bahkan jauh mundur dari pengaruh Hindu atau Yunani sekalipun. 

Dongeng dua saudara yang bersaing memiliki akar pada masyarakat neolitikum kuno di Asia Tenggara ribuan tahun silam. Persaingan dua saudara sebenarnya adalah simbol dari dinamika sebuah siklus kehidupan dan kesuburan bumi. Ada yang menang dan ada yang kalah, ada yang baik dan ada yang jahat. 

Di Indonesia, kisah persaingan dua saudara ini ada berbagai versi. Kisah ini ada juga di Bali, Maluku, Sulawesi, sampai Papua. Semua dengan nama berbeda tapi inti ceritanya sama. 

Oppenheimer yakin kalau cerita ini menyebar dari Indonesia ke arah barat sejak 6.000 tahun lalu. Hal ini seiring dengan migrasi karena benua Sundaland tenggelam. Bahkan kata Oppenheimer, kisah semacam Bawang Merah Bawang Putih ini mengilhami kisah Seth dan Osiris di Mesir Kuno. 

Ulasan Oppenheimer lebih lengkap bisa didapatkan dari buku Eden in The East yang diterbitkan oleh Ufuk Press. 

(fay/nrl) 

http://www.detiknews.com/read/2010/10/26/160228/1475559/10/bawang-merah-bawang-putih-bukan-sekadar-dongeng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar