Menguak misteri nusantara

Segala Puji hanya milik Tuhan Yang Maha Esa, Penguasa alam semesta, Raja langit dan bumi, yang telah menunjuki jalan kebenaran dan menguatkan kita dalam menapaki jalan kemuliaan, jalan perubahan menuju kemerdekaan dan kedamaian sejati. Sebuah jalan yang dirindukan oleh setiap diri di muka bumi. Jalan kebenaran yang tidak dapat dipungkiri oleh mahluk apapun di muka bumi. Hanya dengan berjalan pada jalan kebenaran, maka setiap makhluk dapat hidup secara seimbang, teratur, dan saling melayani. Demikian pula dapat menjadi pintu bagi untaian keharmonisan hidup bagi setiap insan di alam raya, termasuk kita yang berdiam di bangsa Nusantara ini. Untaian keharmonisan ini menjadi cita-cita ideal pada setiap era peradaban. Walau terbangun atas beragam suku, bahasa, adat istiadat, dan keyakinan, namun keberagaman itu diharapkan akan memperkaya aset bangsa untuk menjadi kekuatan integral bagi Ibu Pertiwi. Setiap diri mendambakan untuk hidup dalam tatanan masyarakat heterogen yang rukun, saling menghormati, teposeliro, adil, sejahtera, arif dan bijaksana.

Bumi yang kita pijak adalah karunia yang luar biasa dari Yang Maha Agung. Tanah Air Nusantara adalah rumah di mana kita dilahirkan, dibesarkan, dan berkarya sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, Sang Pencipta, Pengatur dan Pendidik alam semesta termasuk bumi tempat putra putri Nusantara berkarya. Adalah ironi jika kita tidak mencintai rumah tinggal kita sendiri, membiarkannya tak terurus, atau menyia-nyiakan karunia kekayaan duniawi ini sebagai amanah dari Dia Yang Maha Kaya. Lebih dari itu, putra-putri dan anggota keluarga yang berada dan hidup dalam tatanan cinta dan kasih sayang alam Nusantara adalah bagian dari karunia itu sendiri

Senin, 13 Februari 2012

Perdalam Kearifan Lokal Untuk Perdamaian Bangsa

JAKARTA - Dalam rangka memperkokoh perdamaian antar suku bangsa serta agama yang ada di Tanah Air, Universal Peace Federation (UPF) menggandeng perguruan tinggi Indonesia untuk memperdalam serta meningkatkan kearifan dan karakter bangsa yang ada di Indonesia. 

"Kami melakukan pendekatan kepada kampus karena di kampuslah pembangunan karakter bangsa bisa dimulai oleh para mahasiswa, di mana UPF berupaya membangun terciptanya perdamaian berdasarkan nilai-nilai universal," kata Deputi Ambassador UPF Prof Dr Payaman J Simanjuntak di sela-sela seminar World Interfaith Harmony Week bertema "Menggali Kearifan Lokal dalam Rangka Membangun Perdamaian' kerja sama Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dengan UKI, di Jakarta, akhir pekan lalu. 

Selain dengan UKI, UPF dalam membawakan misi perdamaian dan pembangunan karakter bangsa juga menjalin kerja sama dengan 10 perguruan tinggi, di antaranya Universitas Tarumanagara, Universitas Islam Negeri (UIN) Ciputat, dan Universitas Negeri Jakarta (UNJ). 

"Tidak hanya dimulai dari kalangan kampus, pengenalan karakter bangsa dan misi perdamaian bisa dimulai dari pendidikan dasar, mulai usia SD, SMP, hingga SMU. Jika generasi muda sudah matang dalam hal pendalaman karakter bangsa dan bisa membawa misi perdamaian, prestasinya sebagai seorang mahasiswa bisa mudah diwujudkan," katanya. 

Sementara itu, Pembantu Rektor Akademik UKI Wesley BP Simanjuntak mengatakan seminar di UKI sengaja mengangkat kearifan lokal karena kearifan lokal memiliki fungsi tidak hanya dalam ranah teologis yang bersifat filosofis, melainkan juga teknis demi tujuan pragmatis masyarakat. 

"Kearifan lokal adalah identitas budaya bangsa yang menjadi fondasi atas bangunan bersama masyarakat. Fondasi inilah yang menjadikan sebuah bangsa memiliki kemampuan melakukan absorpsi dan mengolah kebudayaan asing sejalan dengan watak dan kemampuan diri sendiri," katanya. 

Ia juga mengatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman yang komprehensif mengenai kearifan lokal diharapkan mampu mendorong terciptanya kondisi masyarakat yang stabil serta tidak mudah terprovokasi yang dapat memorakporandakan kehidupan beragama di Indonesia. "Seminar ini diharapkan mampu menggali nilai-nilai lokal agar tercipta perdamaian di bumi pertiwi dan dunia," kata Wesley. mza/P-3
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/83436

Jumat, 10 Februari 2012

Gafatar (Februari 2012)

Sebuah Agenda.. 

Interfaith Seminar in Support of the UN World Interfaith Harmony Week (10 February 2012)

6th February 2012 | By: chrispoerba


Feb. 4, 2012

Subject: Interfaith Seminar in Support of the UN World Interfaith Harmony Week

Dear Sir/Madam,
This age of globalization needs enlightened people that can help benefit all humanity. Our challenge is to encourage understanding, respect, and cooperation among people of all faiths for the well-being of our communities and peace in the world.
The first week of February every year was designated World Interfaith Harmony Week by an October 20, 2010 resolution of the United Nations General Assembly. The President of the 66th Session of the General Assembly, H.E. Mr. Nassir Abdulaziz Al-Nasser, said “In our conflict-ridden world, I believe it is important to recognize the historical good done by people  in various parts of the world.”
In response to the call by the UN to observe the UN World Interfaith Harmony Week in every nation, Universitas Kristen Indonesia (UKI), the Universal Peace Federation (UPF) and Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) will convene an Interfaith Seminar on 10 February 2012 on the theme “Interfaith Harmony & Global Cooperation: Exploring Local Wisdom for Building Peace.” Please see enclosed program for details.
Date: Friday, 10 February 2012
Time: 8.30 am – 3.00 pm
Venue: Seminar Hall, 3rd Floor, Faculty of Economics, UKI, Cawang Campus,
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2, Cawang, Jakarta 13630

We would be honored if you kindly accepted our invitation to this important event.

Sincerely,

Ursula McLackland
Regional Secretary General, UPF Asia

Senin, 30 Januari 2012

Kuak Misteri, "Piramida" Garut Akan Dibor


VIVAnews - Kontroversi keberadaan bangunan buatan manusia menyerupai piramida di perut Gunung Sadahurip atau Gunung Putri di Garut, Jawa Barat, perlahan akan diuji kebenarannya. Setelah menggunakan teknologi georadar, geolistrik, foto kontur dan foto IFSAR, Tim Katastropik Purba dalam waktu dekat akan melakukan pengeboran.

Salah satu anggota tim, Iwan Sumule, mengatakan pengeboran di dalam perut Gunung Sadahurip itu adalah untuk mendalami batuan di dalam gunung tersebut.

“Kemungkinan pada Maret nanti sebagai eskavasi awal, akan kami selidiki batuan di dalamnya,” kata Iwan Samule kepadaVIVAnews.com, Senin, 30 Januari 2012.
Pengeboran merupakan salah satu dari proses eskavasi untuk menemukan fakta empirik apa saja yang ada dalam perut gunung tersebut. Sebelumnya, pengeboran telah dilakukan, namun pada Maret nanti akan dilakukan ke lapisan yang lebih dalam.

Jika benar Gunung Sadahurip menyimpan piramida, Tim menduga ini akan lebih besar dan lebih tua ketimbang Piramida Giza di Mesir.

Penjelasan ilmiah
Selain pengeboran, untuk menjelaskan secara ilmiah dugaan piramida di Gunung Sadahurip, Tim Katastropik pada awal Febuari depan akan menggelar sarasehan yang membahas semua hal yang berkaitan.

“Para peneliti akan memaparkan penelitian soal gunung itu secara ilmiah, kan selama ini kami yang hanya menyampaikan ke masyarakat,” katanya.

Sarasehan yang bertajuk "Mengungkap Tabir Peradaban dan Bencana Katastropik Purba di Nusantara untuk Memperkuat Karakter dan Ketahanan Nasional" akan digelar di Istana Merdeka pada 7 Febuari mendatang dan menghadirkan para ahli yang selama ini telah meneliti Gunung Sadahurip.

Iwan mengatakan, Tim Katastropik salah satunya akan menyimak pemaparan geolog dari ITB, Danny Hilman dan Andang Bachtiar, yang selama ini telah meneliti gunung itu dan telah menarik kesimpulan bahwa di dalamnya ada bangunan piramida.
“Keduanya akan sampaikan penelitian mereka. Akan dibeberkan semua hasil penelitian mereka dengan penjelasan ilmiah,” dia melanjutkan.
Kedua geolog tersebut juga merupakan anggota Tim Katastropik.

Stephen Oppenheimer, penulis buku laris "Eden in the East" dari Inggris yang tertarik dengan keberadaan piramida Sadahurip, dinyatakan juga akan hadir di pertemuan kebudayaan internasional yang diselenggarakan Universitas Indonesia pada Febuari mendatang di Bali. “Dia akan datang dalam pertemuan di Bali, dalam sarasehan nggakdatang,” ujarnya. (kd)

• VIVAnews

Jumat, 06 Januari 2012

Asal Usul Nama Sumatera


Pulau ameh kita jumpai dalam cerita Cindur Mata dari Minangkabau. Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau mereka yang besar itu. Pendeta I-tsing (634-713) dari Cina, yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya (Palembang) pada abad ke-7, menyebut pulau Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti negeri emas.

      Dalam berbagai prasasti, pulau Sumatera disebut dengan nama Sansekerta Swarnadwipa (pulau
emas) atau Swarnabhumi (tanah emas). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah Buddha yang termasuk paling tua, Kitab Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke Swarnabhumi. Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Swarnadwipa.

      Para musafir Arab menyebut pulau Sumatera dengan nama Serendib/Suwarandib, transliterasi dari nama Swarnadwipa. Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib. Cuma entah kenapa, ada juga orang yang mengidentifikasi Serendib dengan Srilanka, yang tidak pernah disebut Swarnadwipa.

      Di kalangan bangsa Yunani purba, Pulau Sumatera sudah dikenal dengan nama Taprobana. Nama Taprobana Insula telah dipakai oleh Klaudios Ptolemaios, ahli geografi Yunani abad kedua Masehi, tepatnya tahun 165, ketika dia menguraikan daerah Asia Tenggara dalam karyanya Geographike Hyphegesis. Ptolemaios menulis bahwa di pulau Taprobana terdapat negeri Barousai. Negeri yang dimaksudkan itu adalah Barus di pantai barat Sumatera, yang terkenal sejak zaman purba sebagai penghasil kapur barus.

      Naskah Yunani tahun 70, Periplous tes Erythras Thalasses, mengungkapkan bahwa Taprobana juga dijuluki chryse nesos, yang artinya pulau emas. Sejak zaman purba para pedagang dari daerah sekitar Laut Tengah sudah mendatangi tanah air kita, terutama Sumatera. Di samping mencari emas, mereka mencari kemenyan (Styrax sumatrana) dan kapur barus (Dryobalanops aromatica) yang saat itu hanya ada di Sumatera. Sebaliknya, para pedagang Nusantara pun sudah menjajakan komoditi mereka sampai ke Asia Barat dan Afrika Timur, sebagaimana tercantum pada naskahHistoria Naturalis karya Plini abad pertama Masehi.

      Dalam kitab umat Yahudi, Melakim (Raja-raja), fasal 9, diterangkan bahwa Nabi Sulaiman a.s. raja Israil menerima 420 talenta emas dari Hiram, raja Tirus yang menjadi bawahan beliau. Emas itu didapatkan dari negeri Ophir. Kitab Al-Qur’an, Surat Al-Anbiya’ 81, menerangkan bahwa kapal-kapal Nabi Sulaiman a.s. berlayar ke “tanah yang Kami berkati atasnya” (al-ardha l-lati barak-Na fiha).

      Di manakah gerangan letak negeri Ophir yang diberkati Allah itu? Banyak ahli sejarah yang berpendapat bahwa negeri Ophir itu terletak di Sumatera! Perlu dicatat, kota Tirus merupakan pusat pemasaran barang-barang dari Timur Jauh. Ptolemaios pun menulisGeographike Hyphegesis berdasarkan informasi dari seorang pedagang Tirus yang bernama Marinus. Dan banyak petualang Eropa pada abad ke-15 dan ke-16 mencari emas ke Sumatera dengan anggapan bahwa di sanalah letak negeri Ophir-nya Nabi Sulaiman a.s.

      Lalu dari manakah gerangan nama “Sumatera” yang kini umum digunakan baik secara nasional maupun oleh dunia internasional? Ternyata nama Sumatera berasal dari nama Samudera, kerajaan di Aceh pada abad ke-13 dan ke-14. Para musafir Eropa sejak abad ke-15 menggunakan nama kerajaan itu untuk menyebut seluruh pulau. Sama halnya dengan pulau Kalimantan yang pernah disebutBorneo, dari nama Brunai, daerah bagian utara pulau itu yang mula-mula didatangi orang Eropa. Demikian pula pulau Lombok tadinya bernama Selaparang, sedangkan Lombok adalah nama daerah di pantai timur pulau Selaparang yang mula-mula disinggahi pelaut Portugis. Memang orang Eropa sering seenaknya saja mengubah-ubah nama tempat. Hampir saja negara kita bernama “Hindia Timur” (East Indies), tetapi untunglah ada George Samuel Windsor Earl dan James Richardson Logan yang menciptakan istilah Indonesia, sehingga kita-kita ini tidak menjadi orang “Indian”.

      Peralihan Samudera (nama kerajaan) menjadi Sumatera (nama pulau) menarik untuk ditelusuri. Odorico da Pardenone dalam kisah pelayarannya tahun 1318 menyebutkan bahwa dia berlayar ke timur dari Koromandel, India, selama 20 hari, lalu sampai di kerajaan Sumoltra. Ibnu Bathutah bercerita dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq(Pengembaraan ke Timur) bahwa pada tahun 1345 dia singgah di kerajaan Samatrah. Pada abad berikutnya, nama negeri atau kerajaan di Aceh itu diambil alih oleh musafir-musafir lain untuk menyebutkan seluruh pulau.

      Pada tahun 1490 Ibnu Majid membuat peta daerah sekitar Samudera Hindia dan di sana tertulis pulau Samatrah. Peta Ibnu Majid ini disalin oleh Roteiro tahun 1498 dan muncullah nama Camatarra. Peta buatan Amerigo Vespucci tahun 1501 mencantumkan nama Samatara, sedangkan peta Masser tahun 1506 memunculkan nama Samatra. Ruy d’Araujo tahun 1510 menyebut pulau itu Camatra, dan Alfonso Albuquerque tahun 1512 menuliskannya Camatora. Antonio Pigafetta tahun 1521 memakai nama yang agak ‘benar’: Somatra. Tetapi sangat banyak catatan musafir lain yang lebih ‘kacau’ menuliskannya: Samoterra, Samotra, Sumotra, bahkan Zamatra dan Zamatora.

      Catatan-catatan orang Belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen van Linschoten dan Sir Francis Drake abad ke-16, selalu konsisten dalam penulisan Sumatra. Bentuk inilah yang menjadi baku, dan kemudian disesuaikan dengan lidah kita.


Sumber utama:
Nicholaas Johannes Krom, “De Naam Sumatra”, Bijdragen tot deTaal-, Land-, en Volkenkunde, deel 100, 1941.
William Marsden, The History of Sumatra, Oxford University Press,Kuala Lumpur, cetak ulang 1975.

Sumber Tulisan:
http://irfananshory.blogspot.com/2007_05_01_archive.html (6 April 2009)

Sejarah Paparan Sunda.. Benua SundaLand

Nusantara merupakan sebutan untuk negara kepulauan yang terletak di kepulauan Indonesia saat ini. Catatan bangsa Tionghoa menamakan kepulauan ini dengan Nan-hai yang berarti Kepulauan Laut Selatan. Catatan kuno bangsa India menamainya Dwipantara yang berarti Kepulauan Tanah Seberang, yang diturunkan dari kata Sanskerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang) dan disebut juga dengan Swarnadwiva (pulau emas, yaitu Sumatra sekarang). Bangsa Arab menyebut daerah ini dengan Jaza’ir al-Jawi (Kepulauan Jawa).

Migrasi manusia purba masuk ke wilayah Nusantara terjadi para rentang waktu antara 100.000 sampai 160.000 tahun yang lalu sebagai bagian dari migrasi manusia purba “out of Africa“. Ras Austolomelanesia (Papua) memasuki kawasan ini ketika masih bergabung dengan daratan Asia kemudian bergerak ke timur, sisa tengkoraknya ditemukan di gua Braholo (Yogyakarata), gua Babi dan gua Niah (Kalimantan). Selanjutnya kira-kira 2000 tahun sebelum Masehi, perpindahan besar-besaran masuk ke kepulauan Nusantara (imigrasi) dilakukan oleh ras Austronesia dari Yunan dan mereka menjadi nenek moyang suku-suku di wilayah Nusantara bagian barat. Mereka datang dalam 2 gelombang kedatangan yaitu sekitar tahun 2.500 SM dan 1.500 SM (Wikipedia, 2009).

Bangsa nenek moyang ini telah memiliki peradaban yang cukup baik, mereka paham cara bertani yang lebih baik, ilmu pelayaran bahkan astronomi. Mereka juga sudah memiliki sistem tata pemerintahan sederhana serta memiliki pemimpin (raja kecil). Kedatangan imigran dari India pada abad-abad akhir Sebelum Masehi memperkenalkan kepada mereka sistem tata pemerintahan yang lebih maju (kerajaan).

Kepulauan Nusantara saat ini paling tidak ada 50 populasi etnik yang mendiaminya, dengan karakteristik budaya dan bahasa tersendiri. Sebagian besar dari populasi ini dengan cirri fisik Mongoloid, mempunyai bahasa yang tergolong dalam satu keluarga atau filum bahasa. Bahasa mereka merupakan bahasa-bahasa Austronesia yang menunjukkan mereka berasal dari satu nenek moyang. Sedangkan di Indonesia bagian timur terdapat satu populasi dengan bahasa-bahasa yang tergolong dalam berbagai bahasa Papua.

Pusat Arkeologi Nasional telah berhasil meneliti kerangka berumur 2000-3000 tahun, yaitu penelitian DNA purba dari situs Plawangan di Jawa Tengah dan Gilimanuk Bali. Penelitian itu menunjukkan bahwa manusia Indonesia yang hidup di kedua situs tersebut telah berkerabat secara genetik sejak 2000-3000 tahun lalu. Pada kenyataannya hingga sekarang populasi manusia Bali dan Jawa masih memiliki kekerabatan genetik yang erat hingga sekarang.

Hasil penelitian Alan Wilson tentang asal usul manusia di Amerika Serikat (1980-an) menunjukkan bahwa manusia modern berasal dari Afrika sekitar 150.000-200.000 tahun lampau dengan kesimpulan bahwa hanya ada satu pohon filogenetik DNA mitokondria, yaitu Afrika. Hasil penelitian ini melemahkan teori bahwa manusia modern berkembang di beberapa penjuru dunia secara terpisah (multi origin). Oleh karena itu tidak ada kaitannya manusia purba yang fosilnya ditemukan diberbagai situs di Jawa (homo erectus, homo soloensis, mojokertensis) dan di Cina (Peking Man) dengan perkembangan manusia modern (homo sapiens) di Asia Timur. Manusia purba ini yang hidup sejuta tahun yang lalu merupakan missing link dalam evolusi. Saat homo sapiens mendarat di Kepulauan Nusantara, pulau Sumatra, Jawa dan Kalimantan masih tergabung dengan daratan Asia sebagai sub-benua Sundaland. Sedangkan pulau Papua saat itu masih menjadi satu dengan benua Australia sebagai Sahulland.

Teori kedua yang bertentangan dengan teori imigrasi Austronesia dari Yunan dan India adalah teori Harry Truman. Teori ini mengatakan bahwa nenek moyang bangsa Austronesia berasal dari dataran Sunda-Land yang tenggelam pada zaman es (era pleistosen). Populasi ini peradabannya sudah maju, mereka bermigrasi hingga ke Asia daratan hingga ke Mesopotamia, mempengaruhi penduduk lokal dan mengembangkan peradaban.Pendapat ini diperkuat oleh Umar Anggara Jenny, mengatakan bahwa Austronesia sebagai rumpun bahasa yang merupakan sebuah fenomena besar dalam sejarah manusia. Rumpun ini memiliki sebaran yang paling luas, mencakup lebih dari 1.200 bahasa yang tersebar dari Madagaskar di barat hingga Pulau Paskah di Timur. Bahasa tersebut kini dituturkan oleh lebih dari 300 juta orang. Pendapat Umar Anggara Jenny dan Harry Truman tentang sebaran dan pengaruh bahasa dan bangsa Austronesia ini juga dibenarkan oleh Abdul Hadi WM (Samantho, 2009).

Teori awal peradaban manusia berada di dataran Paparan Sunda (Sunda-Land) juga dikemukan oleh Aryo Santos (2005). Santos menerapkan analisis filologis (ilmu kebahasaan), antropologis dan arkeologis. Hasil analisis dari reflief bangunan dan artefak bersejarah seperti piramida di Mesir, kuil-kuil suci peninggalan peradaban Maya dan Aztec, peninggalan peradaban Mohenjodaro dan Harrapa, serta analisis geografis (seperti luas wilayah, iklim, sumberdaya alam, gunung berapi, dan cara bertani) menunjukkan bahwa sistem terasisasi sawah yang khas Indonesia ialah bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan bangunan kuno Aztec di Meksiko. Setelah melakukan penelitian selama 30 tahun Santos menyimpulkan bahwa Sunda Land merupakan pusat peradaban yang maju ribuan tahun silam yang dikenal dengan Benua Atlantis.

Dari kedua teori tentang asal usul manusia yang mendiami Nusantara ini, benua Sunda-Land merupakan benang merahnya. Pendekatan analisis filologis, antropologis dan arkeologis dari kerajaan Nusantara kuno serta analisis hubungan keterkaitan satu dengan lainnya kemungkinan besar akan menyingkap kegelapan masa lalu Nusantara. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri peradaban awal Nusantara yang diduga adalah kerajaan Kandis.

Tulisan ini sambungan dari Hipotesis Atlantis Nusantara

Kamis, 05 Januari 2012

Ramalan Kemunculan Kalki & Ramalan Kedatangan Kembali Yesus: Membicarakan Tokoh yang Sama??


     Kitab Weda meramalkan avatara Wishnu yang kesepuluh, Kalki, yang akan muncul pada akhir Kali Yuga. Kitab Wahyu (Revelation), yang merupakan bagian dari Injil, meramalkan bahwa Yesus akan datang kembali. Anehnya, kedua ramalan itu memiliki banyak persamaan. Mungkinkah keduanya membicarakan tokoh yang sama?
     Edisi-edisi terdahulu Newsletter Sanatana Dharma telah menyajikan berbagai ramalan dalam Weda. Dalam edisi ini, marilah sekali lagi kita simak ramalan tentang kemunculan Kalki avatara, yang sering disebut sebagai avatara kesepuluh Sri Wishnu. Kalki avatara diramalkan akan muncul pada akhir jaman Kali Yuga, yang akan mengawali pergantian memasuki jaman baru, yaitu jaman Satya Yuga.
Konsep Waktu dalam Weda Sebelum itu, marilah kita telaah terlebih dahulu kosep waktu (kala) menurut
Weda. 
     Dalam Bhagavad-gita 11.23, Sri Krishna menyatakan : kalo ‘smi loka-ksayakrt “ Aku adalah waktu, Penghancur besar dunia-dunia”. Berbeda dengan konsep waktu di negara-negara Barat yang bersifat linier (garis lurus), kitab-kitab Weda memandang realita alam semesta ini dari sudut pandang perputaran atau siklus waktu yang disebut yuga. Fakta sejarah yang kita alami saat ini hanyalah salah satu bagian dari keseluruhan siklus waktu semesta yang berjalan secara kekal abadi yang dikenal dengan sebutan kala.
     Peristiwa-peristiwa alam disekitar kita memberikan isyarat pembenaran terhadap adanya siklus waktu dalam Weda tersebut. Lihatlah, musim-musim datang secara berulang : hadirnya musim semi, musim panas, musim gugur, musim dingin, diikuti dengan hadirnya kembali musim semi, musim panas, dan seterusnya. Hari-hari dalam seminggu datang berulang : Minggu, Senin….Sabtu,…lalu Minggu, Senin… kembali. Siang hari digantikan oleh malam hari…yang disusul dengan hadirnya siang hari kembali. Bukankah jarum-jarum jam tidak berhenti bergerak setelah semua jarumnya menunjuk angka 12? Semua itu adalah bagian kecil dari siklus yang lebih besar.

bersambung...

Kerajaan Hartharanus = Atlantis = Nusantara?

nemu artikel ini di sebuah forum silat sahabatsilat.com, eh ngak di nyana ada hubungannya dengan Legenda Atlantis dan Sejarah masalalu Indonesia 

Legenda Pangeran Pengampun. 

Bagi para guru sepuh ilmu silat, nama Pangeran Pengampun bukanlah nama yang asing. Tetapi pada saat sekarang mungkin hanya beberapa perguruan ssaja yang masih mengenalkan sosok legendaris Pangeran Pengampun. 

Konon ilmu silat sudah dikenal jauh sebelum agama Hindu dan Buddha masuk ke nusantara. Dimana dibuktikan bahwa di Nusantara ini (sebut saja Pulau Jawa), sudah memiliki peradaban yang sangat tinggi. Banyak fosil manusia tertua didunia ditemukan di daratan pulau Jawa, seperti dimulai dari pithecantrphus eretus sampai ke Mojokerto soloensis. 

Konon di pulau Jawa dalam legenda pernah ada suatu negara atau kerjaan yang sudah menganut faham monotheos. Yang diapit oleh dua Samodra yakni Samudra Hindia dan samudra Pasicik. Negera tersebut disebut negara Hartharanus. Dimana Prabu HeruCakra sebagai rajanya. Pada masa ini bahasa resmi kerajaan bernama bahasa “Ingsun Sabda” yang biasa disebut dengan akronim Sun-Da. Dipercaya bahwa bahasa Sun-Da adalah bahasa kerajaan yang dipakai saat itu. Pulau Jawa adalah merupakan daerah kapital dari kerajaan Hartharanus. Layaknya sebuah bahasa, maka setiap bahasa memeiliki charakter sebagai sarana untuk berkomunikasi tulis. Dalam kenyataanya aksara Sun-Da hingga saat ini masih ada dan dimiliki oleh mereka yang berusaha untuk melestarikan agar tidak punah. Meski mereka sudah tidak bisa membacanya lagi. 

Pangeran Penganpun adalah satu diantara kerabat prabu HeruCakra yang namanya tetap hidup. Sampai saat sekarang. Dimana ilmu yang digelar oleh Pangeran Pengampun adalah ilmu pengharkatan energi yang berbasis pada hubungan urat syarat yang berhubungan dengan setiap ruas tulang manusia. Khususnya Ruas tulang belakang dari mulai tulang ekor sampai dengan tulang tengkorak. Ilmu tersebut dikenal dengan istilah Gelang Naga (Gelang tenaga). Konon dinasti Shambala dari Tibet mempelajari ilmu ini melalui pertukaran budaya pada masa kejayaan Sriwijaya. Yang kemudian dikenal dengan ilmu KalaCakra..

Jelasnya bahwa keilmuan Gelang Naga (gelang tenaga) yang membangkitkan (harkatan /herkaton) energi melalui ring-ring dari disetiap ruas tulang manusia. Dimana setiap disetiap ring ruas tulang terhubung dengan urat syaraf yang berhubungan dengan organ oragn vital manusia. Yang dalam pengertianya jika energi ini mengalami hambatan, maka ada bagian spesifik tubuh yang tidak teraliri oleh energi yang dirasakan sebagai rasa sakit di organ tersebut yang terasa tidak nyaman. 

Masuknya agama Hindhu dan Buddha ke jawa, menyebabkan keilmuan yang berasal dari Pangeran Pengampun semakin maju bahkan beredar keluar pulau Jawa. Namun lafads “Pengampun” sangat sulit diucapkan bagi orang diluar Jawa. Sehingga pemujaan terhadapa Pangeran Pengampun hanyalah terdengar seperti gumanan / lafads yang berbunyi ”Houm houm houm). Demikian pula setelah Nusantara dimasuki agama Islam pemujaan terhadap Pangeran Pengampun disebut sebagai “Waliullah wakil Kesatu”. Dari sekian banyak ilmu hikmah yang diajarkan oleh para Wali banyak menyebutkan Pangeran Pengampun Waliullah wakil kesatu” 

Sehingga secara jelas bahwa “legenda Pangeran Pengampun” tetap hidup dimulai dari zaman Pra Hindu Budha sampai saat sekarang. Sosok Pangeran Pengampun adalah tokoh yang tidak masuk dalam catatan sejarah dan namanya hidup dimasyarakat maka beliau menjadi tokoh legenda. Akan tetapi bagi mereka yangmempelajari ilmu-ilmu hikmah akan menemui sebutan “Pangeran Pengampun waliullah wakil kesatu” didalam mantra2 tertentu. 

Di tatar Sunda (parahiangan), dipercaya bahwa Pangeran Pengampun pernah hidup di Bantar Kawung Cianjur Jawa barat. Sedangkan di Jawa Tengah Pangeran Pengampun dipercaya pernah hidup di masa kerajaan Hartharnus. Dan dihormati namanya oleh para Wali dengan sebutan Waliullah wakil Kesatu yang artinya Wakil yang berkaromah yang berkedudukan diatas para wali. 

Kesimpulan sementara: Pertama. Bahwa di pulau Jawa ada bahasa kesatuan yang disebut Bahasa Sun-da (bahasa Ingsun Sabda). Kedua. Keilmuan tentang energi berkaitan dengan energi yang memancar / merambat dari settiap ruas tulang manusia khususnya ruas ruas tulang punggung. mengalir melalui urat syarat menuju organ organ tubuh yang vital. Ketga: banyak versi tentang legenda Pangeran Pengampun yang beredar di masyarakat. Keempat. Negara Hartharanus jika dibaca dari belakang menjadi Nusantara. Kelima. Dalam spelling orang Barat kata Hartharnus menjadi Atlantis. Yang dipercaya oleh orang Barat sebagai benua yang hilang dan benua yang memiliki peradaban sangat tinggi.
Sumber:
http://atlantis-lemuria-indonesia.blogspot.com/2009/12/kerajaan-hartharanus-atlantis-nusantara.html